Selamat Datang di Blog MI Nurul Huda Bantargebang - Bekasi

Kamis, 27 Januari 2011

Nasib Guru "Sukwan"

Politik Menentukan Nasib Guru 'SUKWAN'

Akankah Dilumajang Politik Menentukan Nasib Guru 'SUKWAN' Seperti Kota-kota lain???


Ada banyak istilah panggilan guru saat ini. Selain 'Pahlawan Tanpa Tanda Jasa', 'Oemar Bakri', mereka di panggil sesuai dengan status guru mengajar. Misalnya; ada guru sukarelawan (Guru Sukwan), Guru Bantu, Guru Honorer/Guru Honor/Guru Honorer Murni, Guru Wiyata Bhakti, dan masih banyak lagi sebutan-sebutan lain terutama di daerah.

Sejak UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sebutan untuk guru hanya di bagi kepada 2 kategori, yakni; Guru PNS dan Guru Non PNS. Istilah ini dimaksudkan agar imej antara guru PNS dengan Non PNS sejajar dimata hukum. Artinya setiap pendidik (baca:guru) baik yang diangkat menjadi PNS atau Guru Non PNS (swasta) akan diberikan penghargaan dan kesejahteraan sesuai dengan profesionalismenya.

Sejalan dengan UU Sisdiknas, Pemerintah melahirkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS (termasuk untuk Guru). Namun dalam PP itu tetap menyebutkan istilah Honorer, Guru Bantu, Guru Wiyata Bhakti dan Guru Sukwan. Sejak PP itu diterapkan, secara maraton Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengangkat guru honorer menjadi CPNS, namun dengan persyaratan tertentu, lewat verifikasi sesuai amanat PP.

Pada tahun 2007, Pemerintah Kembali menurunkan PP Nomor 43 Tahun 2007 yang menegaskan dan menekankan kembali pengangkatan Guru Honorer Menjadi CPNS.

Dari Data yang diverifikasi Departemen Pendidikan Nasional hingga akhir tahun 2008, Guru Honorer (Depdiknas mengistilahkan Guru Bantu) yang menjadi tanggung jawabnya hanya tinggal 13.908 orang. Sekalipun data yang sebenarnya melebihi data itu, yakni sekitar 20.684 guru. Depdiknas menjanjikan pada akhir 2009 ini semua Guru Bantu yang berjumlah 13.908 orang tersebut akan diangkat menjadi CPNS. Hal ini sesuai amanat PP 48/2003 jo PP 43/2007.

Di Departemen Agama (Depag) jumlah guru honorer masih terdapat sekitar 501.831 guru. Namun yang masuk dan lulus syarat database BKN dan diangkat menjadi CPNS hanya sebesar 43.122 guru. Depdiknas juga berjanji akan menuntaskan pengangkatan Guru Honorer yang menjadi binaannya hingga akhir 2009.

Guru 'TKK Politik' Gigit Jari
Di Kota Bekasi, selain sudah berstatus Guru PNS, Non PNS (Tenaga Kerja Kontrak/TKK) ada sekitar 2.600-an guru Honorer Murni atau Guru yang diangkat oleh Kepala Sekolah yang tidak memenuhi unsur pengangkatan menjadi CPNS sesuai dengan PP 48/2003 dan PP 43/2007. Sebab guru itu tidak dibiayai oleh APBN maupun APBD. Mereka saat ini tergabung dalam Forum Silaturrahmi Guru Sukwan (FSGS) Kota Bekasi.

Guru Sukwan di Kota Bekasi ini atas inisiatif dan hutang janji Mochtar Mohamad-Rahmat Effendi (Walikota dan Wakil Walikota Bekasi) memasukkan anggaran untuk gaji honor guru sukwan sebesar Rp. 200.000 per 3 bulan pada APBD 2009 Kota Bekasi. Namun bukan 2.600-an atau 2049 (yang diverifikasi BKD lulus syarat jadi TKK Daerah,red) yang mendapatkan honor itu, tetapi hanya 1.164 guru sukwan yang dijanjikan mengenyam gaji itu. Sisanya, 855 guru tidak jelas nasibnya.

Anggaran sebesar Rp 7 miliar untuk menggaji Guru TKK itu sudah masuk dalam APBD. Namun, Fraksi PKS yang merupakan fraksi terbesar di DPRD Kota Bekasi menolak penganggaran gaji guru TKK. Dengan dalih ketentuan itu melanggar PP 48/2003 dan PP 43/2007, karena PP itu melarang Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengangkat pegawai baru termasuk guru. Dan guru yang akan dibayar oleh APBD 2009 itu, diangkat pada sekitar Maret 2008 setelah Mochtar-Pepen dilantik menjadi Walikota-Wakil Walikota Bekasi.

Sekilas cerita balik, bahwa, Mochtar Mohamad yang piawai dalam berpolitik ini, pada masa kampanyenya di pilkada Kota Bekasi menjanjikan kepada 2.600-an Guru Sukwan itu akan diangkat menjadi PNS atau minimal mendapatkan gaji setara dengan PNS. Sehingga guru sukwan tersebut pada pilkada walikota menjadi Tim Sukses yang memilih dan mengkoordinir para guru untuk memilih Mochtar-Pepen. Saat itu, guru sukwan yang mau bergabung dengan Tim Sukses, Mochtar-Pepen memberikan sertifikat berlogo gambar Mochtar-Pepen untuk menjadi bukti bahwa mereka sah menjadi tim dan akan direkomendasikan menjadi Guru PNS.

Setelah keberhasilan Mochtar-Pepen menjadi Walikota-Wakil Walikota Bekasi, Para Guru Sukwan itu menagih janji, hingga mereka berdemo ke Walikota. Akhirnya Walikota Bekasi mengeluarkan SK TKK Daerah untuk 2049 Guru Sukwan. Entah apa permasalahannya, hanya 1.164 yang diajukan untuk mendapatkan tunjangan dari APBD 2009, sebesar Rp. 200 ribu per 3 bulan.

Karena faktor politik dan kepentingan, perseteruan antara Walikota dan Fraksi PKS menghambat gaji, bahkan terancam honor itu di diskualifikasi di tingkat Propinsi Jawa Barat. Alasan keduanya adalah, satu pihak, Walikota ingin merealisasikan janjinya dengan mengesampingkan aturan yang ada (PP 48/2005 dan PP 43/2007), pihak Fraksi PKS tetap mempertahankan argumentasinya, bahwa Walikota tidak sewenang-wenang menambahkan anggaran yang menjadi tanggung jawab APBD tetapi melanggar aturan.

Saran Terhadap Walikota, FPKS dan Guru
Walikota Bekasi dan Fraksi PKS sebaiknya tidak harus mempersoalkan gaji guru itu. Yang lebih penting adalah, bagaimana menjadikan guru itu menjadi sejahtera dan menjamin mereka sesuai amanat UU. Bukankah saat ini anggaran pendidikan sudah wajib minimal 20 persen.

Agar Walikota dan Fraksi PKS tidak membawa kepentingan politiknya dengan sekedar mempermasalahkan uang Rp. 200 ribu per 3 bulan untuk guru 'TKK Politik' itu. Sebaiknya harus lebih realistis, bahwa guru itu harus diberikan imbalan yang lebih layak, kalau boleh bukan cuma Rp. 200 ribu per 3 bulan, tetapi minimal sama dengan UMK Kota Bekasi, yakni diatas Rp. 1 juta. Jikapun mereka memang tidak memenuhi ketentuan PP 48/2005 dan PP 43/2007, selayaknya memberikan pertimbangan bahwa guru tersebut masih dibutuhkan oleh Pemerintah Kota Bekasi.

Saran untuk para guru, jangan mudah dirayu oleh partai politik manapun. Sebab mereka hanya ingin memuluskan kepentingan pribadi dan parpolnya. Tanpa memikirkan kepentingan anda. Ingat, realisasi anggaran pendidikan 20 persen baik di pusat, propinsi maupun daerah bukanlah hadiah dari Presiden, DPR, DPRD Propinsi, Gubernur, Walikota, DPRD Kota. Tetapi itu atas dasar perjuangan PB PGRI dan Guru itu sendiri yang memaksa pemerintah dan pemerintah daerah untuk mengangkarkan 20 persen alokasi pendidikan di APBN maupun APBD. Jadi sebenarnya para politisi itu terpaksa dan dipaksa untuk melakukan penganggaran, karena keputusan MK atas judicial reviw teman-teman guru juga.

Sama dengan kasus guru di Kota Bekasi ini, Walikota hanya terpaksa menganggarkan itu untuk kepentingan pemilu 2009 yang sudah mendekat. Sementara FPKS mungkin menolak dengan dalih melanggar UU dan PP. Dua-duanya tidak lebih dari kepentingan politik belaka. Memang teman-teman saat ini baru berstatus 'Guru TKK Politik'.

Untuk itu siap-siaplah untuk gigit jari karenanya. ###

2 komentar:

  1. Ya Gimana lagi, pa politik memang yang selalu berkuasa ...

    BalasHapus
  2. semoga hal tersebut ga mempengaruhi semangat mengajar yah...

    BalasHapus

Terima kasih atas komentarnya...